Selasa, 23 Februari 2010

Sosialisasi individu di kehidupan nyata

Frans Seda dan Gus Dur

Seorang ‘besar’ menjadi nyata dan ada karena ia memiliki kisah. Kisah yang dimaksud di sini adalah berbagai narasi yang mengandung identitas. Jadi, energi yang besar dari seorang pemimpin terletak pada cerita mengenai ‘apa yang dipikirkan’, ‘siapa dirinya’, dan ‘ dari mana asal dan kemana hendak melangkah’.
Kisah Frans Seda dimulai ketika ia berumur empat belas tahun (1940). Ketika ia menyelesaikan Sekolah Rakyat di Ndao, Ende, Flores, dan kemudian mengembara ke Yogyakarta dalam keadaan miskin untuk untuk mencari pendidikan di luar komunitasnya. Fakta ini sangat penting kardena keputusan ini berbeda dengan rekan-rekan sebayanya di Flores. Dan, keputusan ini pula yang membuat seluruh perjalanan hidupnya berbeda sedemikian mencolok dengan teman, kerabat, dan saudara-saudara yang ia tinggalkan. Ini belum berbicara atau mengambil kesimpulan bahwa keputusan Frans lebih baik atau benar dari teman-temannya.
Sadar atau tidak, Frans mengumpulkan kisah demi kisah yang menentukan hidupnya. Banyak kisah yang sebenarnya sederhana saja, tetapi memberikan pengaruh yang mendalam. Sebagai remaja, dia mengagumi guru-gurunya di Kolese Xaverius Muntilan, Jawa Tengah, tempat dia belajar pada tahun 1940-an. Pada masa-masa ini, kisah hidupnya tampil dalam scenario hitam putih,baik buruk, saleh dosa, serta hidup mati. Dengan belajar dari orang-orang kudus, pahlawan-pahlawan, dan para pejuang, ia menemukan banyak kisah hidup.
Dalam perkembangan kemudian, kisah-kisah hidup tadi tidak lagi berwarna hitam atau putih . banyak narasi hidup berada dalam lingkaran abu-abu yang kompleks. Dalam pergumulan ini, ujian sesungguhnya berlangsung di mana pertimbangan yang mendalam akan dituntut. Dan, keputusan-keputusan yang akan dipilih pun adalah warna-warna di antara hitam dan putih, antara ‘mungkin tidak salah’, ‘mudah-mudahan benar’, dan ‘mendekati benar’. Jangan berharap kepastian dalam ruangan ini.
Dalam hidupnya. Gus Dur dipenuhi dengan kisah-kisah semacam itu: membela komunitas Islam yang dianggap ‘bidah’, melindungi orang-orang Kristen dari serangan para fanantik, bereksperimen ‘selamat pagi’ untuk menggantikkan salam cara Islam. Semuanya itu sangat controversial dan masih terbuka untuk diperdebatkan.
Orang dewasa dan matang tidak pernah cemas dengan ruang ambiguitas. Ia malahan memeluk dan mengakrabinya. Kualitas kepemimpinan diuji dalam situasi semacam ini. Orang-orang seperti Frans Seda dan Gus Dur membuat sintesa dalam setiap kesulitan-kesulitan moral dalam hidup.
Kisah dan narasi hidup yang dimaksud ini bukan gejala statis. Ia hanya memberi pangaruh pada orang lain dan masyarakat ketika menjadi dinamis dalam komunikasi. Orang-orang besar seperti Frans Seda dan Gus Dur pada dasarnya adalah orang-orang yang efektif dalam berkomunikasi. Mereka mengkomunikasikan topik-topik personal dan public. Audiens dan orang lain semakin mengenal ‘siapa mereka’ lewat bagaimana dan apa isi komunikasi yang ingin disampaikan.
Ketika mereka berdua wafat , tidak mengherankan, benyak orang menceritakan kembali cerita-cerita tentang mereka dan tentang apa yang pernah mereka ceritakan. Inilah bukti bahwa komunikasi mereka berdua efektif dan menancap dalam-dalam pada benak banyak orang.
Yang menarik untuk dicermati adalah cara dan isi komunikasi mereka dalam situasi sulit. Cara membela Gus Dur terhadap ‘Islam tidak biasa’ seperti Ahmadiyah atau ketika Frans Seda mengambil sikap bersebrangan terhadap Bung Karno – orang yang dikaguminya – karena dianggapnya terlalu dekat dengan PKI. Dalam situasi dilematis dan penuh kontroversi, dua orang ini mengemukakan secara jelas pendapat dan sikapnya. Tidak ada keraguan. Ini yang membuat kisah-kisah mereka senantiasa dikenang.
Dan lagi-lagi cara-cara komunikasi seperti ini yang membuat mereka berdua berbeda dari orang-orang lainnya. Terhadap kasus-kasus yang dilematis secara moral dan nilai, orang lain tidak pernah mengambil sikap yang jelas, ragu-ragi, kabur. Tetapi, dua orang yang sedang kita kenangkan ini justru sebaliknya. Dan, itulah yang membuat mereka menjadi ‘besar’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar