Selasa, 23 Februari 2010

Menyenasib dari Balik Mobil Super Mewah

Entah sudah berapa kali pemerintah SBY mengajak rakyat yang sudah melarat ini untuk hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang. Tapi entah sudah berapa kali Pemerintah ini juga merasa tidak wajib menjadi pelaku ajakan itu sehingga menganggap wajar hidup bermewah-mewah. Sementara rakyat mencoba melakukan ajakan itu dengan mengencangkan pinggang sampai pinggang nyari putus, Pemerintah justru secara telanjang mempertontonkan “aksi konsumtif” yang berada di luar akal rakyat.
Salah satu aksi pemborosan yang tengah “menghina” nurani rakyat adalah pembelian mobil dinas untuk para menteri dan pejabat Negara yang menelan Rp 1,3 M per mobil. Untuk membeli Toyota Crown Royal Saloon berkapasitas 3000 cc menggantikan Toyota Camry, Negara harus mengeluarkan Rp 32 M. Lantas, pertanyaan yang harus segera diajukan berhadap dengan kebijakan pejabat ini adalah “untuk apa semua ini?” Apakah kalau para pejabat yang katanya adalah pelayan rakyat atau civil servant ini tidak bisa bekerja lagi atau martabatnya langsung ambruk kalau menggunakan mobil “murah” atau mobil lama?
Tentu saja, siapa pun masih sangat ingat semburan kata-kata mereka yang kini menjadi pejabat tatkala berkampanye. Saat itu mereka tampak sangat lulus berjanji untuk membangun Negara tercinta ini. Lihatlah mereka rela berbecek-becek ke pasar-pasar kumuh untuk menyampaikan janji. Ya, mereka sepertinya benar-benar hendak menyenasib dengan rakyat yang sedang sekarat di berbagai sudut ini.
Tapi kini, apa yang mereka pertontonkan? Hanyalah pengkondisian penjauhan diri dari rakyat. Dari seberang kenyamanan mereka seakan sedang bernyanyi “nasib kita berbeda, engkau begini aku begitu.” Kalau mau jujur, mobil dinas para pejabat dari pemerintah SBY jilid I yang harga belinya pasti tidak murah (Rp 400jt) dan karenanya jangka waktu penggunaannya jauh di atas lima tahun, masih bisa dipakai. Kalau dikatakan seperti yang dikatakan Mensesneg Sudi Silalahi bahwa alasan pemerintah mengganti mobil pejabat dari jenis Camry menjadi Toyota Crown Royal Saloon 3000 cc
karena mobil Camry yang dibeli 5 thn lalu sering masuk bengkel, tidak masuk akal. Tapi kalau yg dikatakan Silalahi itu benar, ini iklan buruk bagi Camry. Mengapa harus diganti apalagi dengan mobil yang harganya lebih mahal?
Atau kalau mau lebih radikal lagi, para pejabat bisa saja “menolak” mobil mewah itu lalu menawarkan mobil pribadi mereka untuk dipakai Negara sebagai mobil operasional mereka. Hal ini menunjukkan, mereka benar-benar mau menyenasib dengan kejelataan rakyat. Toh biaya hidup mereka ditanggung Negara.
Ide ini mungkin terasa “radikal”. Tapi kalau para pemimpin mau menyenasib dengan rakyat yang kian merana, tidak ada cara lain, mereka harus menunjukkan simpati secara kasat mata. Mereka harus melakukan hal konkret untuk mengobati kekecewaan rakyat yang sudah kenyang dengan pengibulan. Imbauan untuk berhemat harus nampak dalam diri pejabat mulai dari Presiden sampai ke pejabat Negara lainnya. Sebab imbauan untuk berhemat yang tanpa contoh hanya akan memerosotkan apresiasi rakyat pada pejabat. Karena itu kita perlu angkat topi bagi Laode Ida yang mengembalikan mobil dinas super istimewa itu ke Negara. Bagi wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah, minil sedan tersebut terlalu mewah.
Boleh saja Pemerintah berkali-kali mengklaim bahwa angka kemiskinan dan pengangguran menurun, namun fakta menunjukkan di mana-mana “kualitas” kemiskinan meningkat dan angka pengangguran bertambah subur. Seperti dilaporkan Media Indonesia , 9 Januari 2010, tingkat kemiskinan pada 2009 mencapai 14,15% atau sebanyak 32,53 jt jiwa. Dan dari hari ke hari orang yang melakukan aksi bunuh diri akibat stress tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal, meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar